Ngaji Persoalan Naskah Teater

Ngaji Persoalan Naskah Teater
Ngaji Persoalan Naskah Teater

14 Mei 2024, Jakarta_ Mahasiswa S3 Linguistik Terapan Universitas Negeri Jakarta mengajak diskusi tentang perkembangan naskah teater di Indonesia. Berlangsung di kediaman Dindon, tokoh Teater Kubur. Diskusi ini dihadiri oleh para penggiat teater dan peneliti seni pertunjukan. Diskusi dihadiri oleh sejumlah penggiat teater seperti Dindon (Teater Kubur), Bambang Oeban (Bengkel Teater Rendra), Camdi (Teater Polos), dan Yabui (teater Matara).

Dipicu oleh Arif mahasiswa LT UNJ yang sedang meneliti tentang perkembangan naskah teater di Indonesia, diskusi ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan dan perspektif dari para penggiat teater terkait keadaan saat ini. Arif memantik untuk menelusuri persoalan mendasar terkait penulisan naskah dan pemanggungannya.

Yabui mengungkapkan kegelisahannya mengenai naskah-naskah yang ia tulis sering kali tampil berbeda ketika dipentaskan. “Saya sering merasa naskah yang saya buat tidak terwujud sesuai harapan ketika dipanggungkan,” kata Yabui. Camdi menanggapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa proses pemanggungan naskah teater memang bisa mengalami perubahan dan penyesuaian yang tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan.

Camdi  menanggapi kegelisahan Yabui dengan menekankan pentingnya eksplorasi dalam cara pengucapan naskah. Menurutnya, aktor harus berani mencoba berbagai metode penyampaian dialog tanpa takut melakukan kesalahan. “Aktor itu harus lakukan eksplorasi cara pengucapan naskah dan tidak perlu takut untuk salah,” ujar Camdi. Ia percaya bahwa melalui eksplorasi ini, aktor dapat menemukan cara yang paling efektif dan otentik untuk menghidupkan karakter mereka, sehingga bisa lebih mendekati visi penulis.

Dindon menambahkan bahwa tantangan utama bagi pelaku teater di Indonesia adalah meningkatkan kemampuan dalam membaca dan menginterpretasikan naskah. Ia menekankan bahwa aktor harus mampu menghidupkan teks yang ditulis oleh penulis dengan memberikan warna, rasa, dan nuansa melalui dialog mereka. “Pelaku teater perlu peningkatan dalam membaca naskah karya penulis. Aktor wajib menghidupkan teks sehingga pesan teks disampaikan dengan memberi warna, rasa, dan nuansa lewat dialog,” tegas Dindon. Dengan pemahaman mendalam terhadap naskah, aktor dapat menyampaikan pesan penulis dengan lebih efektif.

Dalam diskusi tersebut, Arif mencatat beberapa persoalan mendasar terkait penulisan naskah dan pemanggungannya di Indonesia. Bambang Oeban menyoroti bahwa diksi yang dituliskan oleh penulis sudah indah pada dasarnya, dan tugas aktor adalah menghadirkan keindahan tersebut dalam penampilan mereka. Oeban juga menekankan pentingnya elemen lain seperti gerak dan artistik untuk mendukung keindahan naskah. “Diksi yang dituliskan penulis sudah indah dan aktor wajib hadirkan keindahan itu bersama elemen keindahan lain seperti gerak, artistik, dan lain-lain,” kata Oeban.

Dindon juga membahas perbedaan antara naskah teater Indonesia dan luar negeri. Menurutnya, naskah luar negeri sering menyertakan petunjuk kepada aktor tentang cara menyampaikan teks, sementara naskah teater di Indonesia jarang memberikan petunjuk semacam itu. “Teks naskah yang ditulis di Indonesia beda dengan teks luar. Teks luar menyertakan pesan kepada aktor cara menyampaikan teksnya. Sementara naskah teater di Indonesia, jarang ada,” jelas Dindon. Hal ini mengharuskan aktor di Indonesia untuk lebih sering berdiskusi dengan penulis mengenai cara terbaik untuk membawakan teks.

Pengalaman pribadi Bambang Oeban saat menggarap pementasan “Gajah Mada” memberikan contoh nyata akan pentingnya pemahaman naskah oleh aktor. Ia menceritakan kekecewaannya ketika seorang aktor lupa membawa dua halaman naskah saat proses pembacaan, yang menyebabkan gangguan signifikan bagi seluruh tim produksi. Dampak dari kesalahan ini sangat terasa dan menekankan betapa krusialnya mempersiapkan dengan baik setiap detail dalam sebuah pertunjukan teater.

Diskusi tersebut menghasilkan beberapa usulan konkret untuk meningkatkan praktik teater di Indonesia. Dindon mengajak Yabui untuk menyelenggarakan sayembara naskah, membentuk laboratorium teater yang fokus pada pembacaan naskah, dan kemudian mementaskan hasilnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menciptakan panduan tentang cara menghidupkan naskah teater, tidak hanya dari sudut pandang sutradara, tetapi juga dari tahap penulisan naskah. “Mari kita buat sayembara naskah, lalu buat lab teater perihal baca naskah, selanjutnya dipentaskan. Buat acuan cara menghidupkan naskah. Mungkin bukan dari sisi sutradara saja, tapi harus dimulai dari penulisan naskahnya,” ajak Dindon.

Bagikan Artikel Ini!

Fachri Helmanto

Dosen Universitas Djuanda, Editor dan Penulis

Leave a Reply