Pelatihan Tari Tradisi bagi Guru-Guru SDIT Nurul Islam Harapan Baru Bekasi: Upaya Penguatan Karakter dan Pelestarian Budaya Bangsa

Bekasi, 29,30 juli hingga 1 Agustus 2025. Nada yang sunyi menghentak di kedalaman hati, tubuh menggeliat hempaskan ruang melewati waktu dan…. mari kita sama-sama membuka ruang rasa untuk menyaksikan bagaimana tubuh manusia, dalam tarian tradisi, menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Keberadaan  gerak tari tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. Ia adalah warisan hidup, tubuh yang mengingat, tubuh yang menyimpan cerita, nilai, dan jiwa sebuah peradaban. Dalam setiap hentakan kaki, setiap ayunan tangan, tubuh bergerak bukan hanya di ruang fisik, tetapi juga di ruang budaya. Ia menelusuri jejak leluhur, menyampaikan pesan-pesan yang tak bisa diucapkan dengan kata, dan menghidupkan kembali memori kolektif sebuah masyarakat.

Waktu akan selalu berputar dan kembali kepada titik yang sama, kehadiran gerak dalam tubuh  bukan waktu yang linier. Ia adalah siklus. Geraknya mengalun mengikuti irama alam: seperti musim yang datang dan pergi, seperti doa yang diulang dalam ritus yang sakral.

Ruang bukan hanya panggung. Tapi juga pelataran rumah, halaman pura, balai desa, tanah terbuka tempat masyarakat berkumpul. Di sanalah tubuh menari tidak untuk dipertontonkan, tapi untuk menyatu dengan alam, dengan sesama, dan dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya.

Tubuh dalam tari adalah tubuh yang sadar. Ia tahu bahwa setiap gerak memiliki makna. Setiap diam adalah bagian dari cerita. Dan dalam kesatuan ruang dan waktu, tubuh itu menjadi suara budaya yang terus hidup, selama masih ada yang mau menari. Sebuah narasi yang di lontarkan oleh Bapak Ida Bagus Sudiasa sambil bergerak memenuhi ruang dan waktu sebagai simbol gerak dan tubuh ini adalah sebuah budaya.

Itulah sebuah narasi yang di ungkap lewat kata dan tubuh dalam rangka memperkuat pendidikan karakter dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa di lingkungan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nurul Islam Harapan Baru Bekasi yang di pergunakan sebagai tempat kegiatan Pelatihan tari tradisi bagi para guru. Kegiatan ini merupakan bagian dari Tri dharma perguruan tinggi  yang dilakukan oleh Ida Bagus Ketut Sudiasa yang menekankan pentingnya seni dan budaya sebagai media pembelajaran yang holistik dan bermakna.

Pelatihan ini menghadirkan narasumber utama Ida Bagus Ketut Sudiasa, dosen tari dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta sekaligus sebagai ketua Pengabdian kepada masyarakat yang telah berpengalaman luas dalam bidang pendidikan seni tari, penciptaan tari dan pelestarian budaya Nusantara. Dalam sesi pelatihannya, beliau membimbing para guru dalam penguatan pengetahuan di bidang seni agar memahami jenis, bentuk, dan fungsi tari tradisi. Dan sekaligus memberikan praktik langsung dalam penguasaan teknik dasar gerak dan metode penyusunan gerak-gerak tari tradisi untuk di susun menjadi sebuah karya yang sederhana sesuai untuk anak-anak usia sekolah dasar.

Baca juga:  Press Release: Program Edukasi Keislaman Kreatif di TPA: Membangun Karakter Islami Anak Sejak Usia Dini

Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan ini adalah; Meningkatkan kompetensi guru-guru di bidang pengetahuan dan praktik tari tradisi sebagai penguatan lokal. Mendorong peningkatan kualitas pembelajaran tari di sekolah dasar. Meningkatkan kerja sama dan jejaring, dan Menerapkan Potensi Keilmuan Mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat sebagai bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa yang memiliki peran penting dalam menjembatani antara dunia akademik dan realitas sosial di lapangan. Salah satu kegiatan secara nyata yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah keterlibatan dalam pengabdian yang akan memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang keterampilan seni, khususnya seni tari tradisional sebagai kawah candradimukanya mahasiswa di dalam menerapkan ilmu yang di dapat di bangku kuliah.

“Kegiatan ini penting sebagai bentuk revitalisasi peran guru dalam pewarisan budaya. Melalui tari tradisi  salah satu bentuk ekspresi seni yang kaya akan nilai-nilai budaya. Di Indonesia, setiap daerah memiliki jenis tari yang unik, mencerminkan karakteristik masyarakat setempat. Tari tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan media penyampaian pesan moral. Dalam konteks pendidikan, tari dapat digunakan sebagai alat untuk mengajarkan kerjasama, disiplin, dan kreativitas kepada siswa. Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul Islam Harapan Baru Bekasi menyadari pentingnya pengenalan budaya kepada siswa sejak dini. Oleh karena itu, pelatihan tari tradisi bagi guru-guru diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam memperkenalkan budaya lokal kepada anak-anak. Dengan demikian, siswa tidak hanya mendapatkan pendidikan formal, tetapi juga pendidikan karakter yang kuat melalui seni tari dan kita tidak hanya mengenalkan seni, tetapi juga menyampaikan pesan moral, nilai gotong royong, keindahan, dan penghargaan terhadap identitas bangsa,” ujar Ida Bagus Ketut Sudiasa dalam pemaparannya.

Ketua yayasan Bapak Samsudin dan kepala SDIT Nurul Islam Harapan Baru Bekasi ibu Hj.  Salmanialis, S.Pd, menyambut baik pelatihan ini sebagai bagian dari strategi integrasi budaya dalam pendidikan. “Kami berharap para guru mampu menjadi agen pelestari budaya sekaligus inspirator pembelajaran kreatif bagi siswa. Melalui pendekatan seni, kami ingin membentuk karakter siswa yang berbudaya, berakhlak, dan cinta tanah air,” jelasnya.

Baca juga:  Bahasa: Seni atau Kebohongan? Tinjauan Komedi tentang Makna

Antusiasme para guru terlihat dalam setiap sesi pelatihan, yang dikemas secara interaktif dan aplikatif. Selain mempelajari ragam tari dari berbagai daerah di Indonesia, para peserta juga diajak mendalami makna gerak, berimprovisasi, membuat pola lantai, dan bekerja kelompok menyusun gerakan tari tradisi yang sudah dikembangkannya menjadi satu rangkaian, yang selanjutnya di presentasikan.

Dalam pelatihan gerak tari tradisi yang diberikan tentu melalui dunia ketubuhan, karena sabagai substansi media ungkap dalam tari, merupakan salah satu program pengembangan kompetensi guru yang berfokus pada pemahaman, pengolahan, dan eksplorasi potensi tubuh sebagai sumber utama penciptaan gerak. Dalam konteks pendidikan seni tari, dunia ketubuhan memandang tubuh tidak semata sebagai alat penyampai pesan atau peniru gerakan yang sudah baku, melainkan sebagai pusat pengalaman, sumber gagasan, dan ruang penciptaan yang kaya akan kemungkinan.

Tujuan utama dari pelatihan gerak tradisi melalui dunia ketubuhan adalah memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada guru-guru agar mampu mengajarkan tari dengan pendekatan yang lebih kreatif, reflektif, dan berakar pada kesadaran tubuh. Para guru didorong untuk membangun hubungan yang lebih intim dengan tubuh mereka sendiri memahami struktur tubuh, mengenali potensi gerak alami, mengatur pernapasan, mengolah energi, serta menumbuhkan sensitivitas terhadap ruang dan ritme.

Pelatihan yang di berikan ini dirancang secara bertahap. Pada tahap awal, peserta diajak melakukan latihan body awareness untuk meningkatkan kesadaran terhadap postur, keseimbangan, pusat berat badan, dan hubungan antara bagian-bagian tubuh. Tahap ini juga mencakup pengenalan konsep kinaesthetic empathy, yaitu kemampuan merasakan dan memahami gerak orang lain melalui pengalaman tubuh sendiri.

Tahap berikutnya berfokus pada eksplorasi gerak yang bersumber dari aktivitas sehari-hari. Para guru diminta mengamati, mengidentifikasi, dan mengolah gerakan sederhana seperti berjalan, membungkuk, mengangkat, atau memutar, menjadi rangkaian gerak yang memiliki kualitas artistik. Proses ini melatih kreativitas sekaligus membuka kesadaran bahwa tari dapat lahir dari kehidupan sehari-hari tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pola baku yang kaku.

Selain eksplorasi personal, pelatihan juga membekali peserta dengan strategi kolaboratif. Guru-guru berlatih bekerja dalam kelompok untuk menyusun movement phrases atau rangkaian gerak berdasarkan tema tertentu, misalnya simbol-simbol budaya lokal atau fenomena alam. Metode ini tidak hanya melatih keterampilan artistik, tetapi juga membangun rasa kebersamaan, saling menghargai ide, dan mengasah kemampuan komunikasi dalam tim.

Pada sesi integrasi materi, para peserta diajak untuk memikirkan cara menerapkan pendekatan dunia ketubuhan dalam kelas. Mereka berlatih menyusun rencana pembelajaran yang memadukan unsur teknik, ekspresi, dan kreativitas guru. Pendekatan ini memungkinkan pembelajaran tari menjadi lebih inklusif, karena setiap guru dapat berkontribusi sesuai karakteristik tubuhnya masing-masing. Guru pun diajak mempertimbangkan aspek psikologis dan emosional dalam dirinya, sehingga proses belajar tidak hanya menekankan hasil akhir, tetapi juga perjalanan kreatifnya.

Baca juga:  Kolaborasi Maestro Seni Rupa dan Tari: Menguatkan Karakter melalui Ekspresi Alam dan Budaya

Hasil dari pelatihan ini memperlihatkan bagaimana pendekatan dunia ketubuhan dapat menjadi jembatan antara tari tradisi dan kontemporer. Dengan memahami tubuh secara mendalam, guru dapat lebih mudah mengajarkan teknik gerak tradisi tanpa kehilangan makna simboliknya, sekaligus memberi ruang pada interpretasi kreatif yang relevan dengan perkembangan zaman.

Dalam pelatihan dunia ketubuhan ini tidak hanya memberikan keterampilan teknis kepada para guru, tetapi juga membuka kesadaran baru bahwa tubuh adalah pusat pengetahuan yang dapat menginspirasi proses belajar. Dari pengalaman ini, guru diharapkan akan mampu melihat kemampuan siswa masing-masing, bukan sekadar sebagai peniru gerakan, melainkan sebagai individu yang memiliki potensi unik untuk dieksplorasi dan dikembangkan.

Secara keseluruhan pengabdian yang dilakukan ini sebagai investasi  jangka panjang dari pelatihan itu sendiri diharapkan akan memiliki dampak adanya; 1), Peningkatan kualitas pembelajaran seni tari di sekolah melalui pendekatan yang lebih kreatif, partisipatif, dan berbasis pengalaman tubuh. 2), Penguatan identitas budaya melalui pengolahan gerak yang terinspirasi dari tradisi lokal namun terbuka terhadap inovasi. 3), Pembentukan guru sebagai fasilitator kreatif, yang tidak hanya mentransfer pengetahuan tetapi juga membimbing proses pencarian dan pengembangan potensi siswa. 4), Peningkatan keberanian bereksperimen dalam menciptakan metode pembelajaran yang adaptif terhadap perkembangan zaman. Dan 5), Pembentukan kesadaran tubuh yang sehat pada guru dan siswa, yang berdampak positif pada kualitas hidup sehari-hari.

Dengan pelatihan ini, diharapkan lahir generasi pendidik yang mampu menempatkan tubuh sebagai sumber inspirasi dan pembelajaran, sehingga seni tari menjadi bagian hidup yang bermakna, membebaskan, dan memerdekakan kreativitas di ruang kelas maupun di luar sekolah.

Dengan terselenggaranya pelatihan ini, SDIT Nurul Islam Harapan Baru Bekasi berharap dapat memperkuat peran sekolah sebagai pusat pembinaan karakter dan budaya, serta menjadikan seni tari tradisional sebagai bagian penting dalam membentuk generasi muda yang berjiwa nasionalis, kreatif, dan berbudaya.

Poto. Bapak Ida Bagus Sudiasa, memberikan teknik gerak kepada guru-guru

Dekumentasi. Ida Bagus Sudiasa. 2025.

Poto. 2. Bapak Bagus memberikan contoh pengembangan motif untuk disusun menjadi frase

Dekumentasi. Ida Bagus. K. Sudiasa. 2025

Leave a Reply