Mengapa Belajar Tengah Malam Bisa Merugikan Kinerja Akademik

Di suatu malam yang gelap, saya duduk di meja belajar saya, dikelilingi oleh tumpukan buku dan catatan, lampu meja menyala terang. Jam menunjukkan pukul 02.00 pagi. Ini adalah adegan yang sangat umum bagi banyak siswa. Saya merasa bahwa untuk menghadapi ujian penting besok, belajar tengah malam adalah satu-satunya cara. Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa kebiasaan belajar tengah malam sebenarnya merugikan kinerja akademik saya.

Pertama-tama, mari kita bicara tentang pola tidur. Ketika belajar tengah malam, tidur seringkali menjadi korban utama. Saya mengorbankan jam-jam berharga yang seharusnya saya habiskan untuk tidur yang nyenyak. Saya sering merasa terjaga hingga larut malam, memaksakan diri untuk tetap fokus, dan akhirnya hanya mendapatkan beberapa jam tidur. Keesokan paginya, ketika saya harus bangun untuk sekolah atau kuliah, saya merasa letih, lemah, dan tak bertenaga. Ini bukan kondisi ideal untuk belajar atau mengikuti ujian.

Tidur yang tidak cukup memengaruhi kemampuan kognitif saya. Saya sering merasa pusing dan tidak bisa berkonsentrasi. Informasi yang saya baca seolah-olah hanya meluncur di atas mata saya tanpa benar-benar masuk ke otak. Kemampuan saya untuk memahami konsep dan mengingat informasi menjadi terbatas. Akibatnya, saat menghadapi ujian, saya merasa tidak siap dan cenderung lupa tentang hal-hal yang saya pelajari sebelumnya.

Baca juga:  Puisi "Kamus Kecil" Karya Joko Pinurbo: Sebuah Eksplorasi Bahasa, Kehidupan, dan Cinta

Belajar tengah malam juga membawa tekanan tambahan. Kecemasan tentang apakah saya akan berhasil memahami materi atau tidak, serta tekanan untuk menghasilkan hasil terbaik, seringkali membuat stres meningkat. Saya sering merasa tertekan dan gelisah menjelang ujian, yang membuatnya sulit untuk berkonsentrasi dan meresapi materi pelajaran dengan baik.

Selain itu, kurangnya waktu untuk rekreasi dan bersosialisasi adalah dampak lain dari belajar tengah malam. Aktivitas rekreasi dan bersosialisasi penting untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Saya merasa bahwa saya melewatkan banyak momen bersama teman-teman saya, tidak memiliki waktu untuk mengejar hobi, atau berolahraga. Ini membuat hidup terasa monoton dan membosankan. Kurangnya waktu untuk bersantai dan menenangkan diri juga bisa menyebabkan kelelahan yang berlarut-larut.

Kualitas belajar juga terpengaruh oleh kebiasaan belajar tengah malam. Saya sering merasa terburu-buru untuk menyelesaikan tugas atau membaca materi dalam waktu yang terbatas. Hasilnya, saya cenderung mengandalkan “pencolokan” informasi daripada pemahaman yang mendalam. Ini berdampak negatif pada kemampuan saya untuk menerapkan pengetahuan dalam ujian atau tugas.

Lama kelamaan, saya menyadari bahwa kebiasaan belajar tengah malam bukanlah solusi yang baik. Ini adalah lingkaran setan yang merugikan kinerja akademik saya, kesehatan fisik dan mental saya. Saya mulai mencari cara untuk mengatur waktu belajar saya dengan lebih bijak. Saya memprioritaskan tidur yang cukup, dan mencoba untuk membagi waktu belajar saya dengan baik selama siang hari. Ini memungkinkan saya untuk belajar dengan lebih efektif dan meningkatkan kualitas tidur saya.

Baca juga:  Merayakan Hari Anak Nasional: Mewujudkan Masa Depan yang Lebih Baik untuk Generasi Mendatang

Belajar bukanlah tantangan yang harus dihadapi dengan kelelahan dan kebingungan. Ini adalah proses yang seharusnya mendukung pertumbuhan dan pengembangan. Dengan menghindari kebiasaan belajar tengah malam, siswa dapat mencapai hasil akademik yang lebih baik dan tetap sehat secara fisik dan mental. Saya telah belajar dengan keras bahwa tidur yang cukup, waktu rekreasi, dan kehidupan sosial yang seimbang adalah kunci untuk sukses akademik yang berkelanjutan. Jadi, mari tinggalkan kebiasaan belajar tengah malam di belakang dan mulai menjalani kehidupan siswa yang lebih seimbang.

Fachri Helmanto

Dosen Universitas Djuanda, Editor dan Penulis

Leave a Reply