
Tim Peneliti Universitas Negeri Jakarta
Ojang Cahyadi
Ida Bagus Ketut Sudiasa
Deden Haerudin,
Mohamad Rizky
Dalam dunia seni pertunjukan, penciptaan komposisi musik iringan tari telah menjadi salah satu elemen penting yang memperkaya pengalaman estetis penonton. Salah satu inovasi menarik dalam ranah ini adalah penggunaan soundscape sebagai elemen yang menyertai komposisi iringan tari. Soundscape, yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “pemandangan suara,” merujuk pada seluruh suara di suatu lingkungan yang dapat didengar oleh manusia dan terintegrasi dalam persepsi mereka. Efek soundscape ini bukan hanya sekadar latar suara, tetapi juga dapat membawa kedalaman emosional dan narasi ekologis yang kuat dalam pertunjukan tari.
Proses Kreatif dan Filosofi di Balik Penciptaan
Proses penciptaan karya komposisi iringan tari melalui efek soundscape tidak hanya memerlukan kreativitas artistik tetapi juga pendekatan berbasis pemahaman mendalam terhadap elemen-elemen akustik dan persepsi manusia. Soundscape, dalam konteks ini, mengintegrasikan sumber bunyi alami dan buatan untuk menciptakan keseimbangan suara yang menggugah pengalaman estetika dan emosi.

Sumber bunyi alami, seperti gemericik air, desiran angin, dan kicauan burung, menghadirkan keintiman dengan alam yang kerap hilang di tengah hiruk-pikuk kehidupan urban. Sebaliknya, sumber bunyi buatan, seperti suara mesin AC, klakson kendaraan, atau knalpot motor, mencerminkan realitas perkotaan yang sering kali mendominasi lanskap suara manusia. Sinergi antara keduanya menciptakan narasi yang mencerminkan konflik antara konservasi alam dan modernisasi.
Sebagaimana dipaparkan dalam teori sound dominance oleh Schafer (1994), bunyi-bunyi dominan di suatu lingkungan dapat memengaruhi cara manusia merespon dan memaknai ruang di sekitarnya. Dalam konteks ini, karya komposisi tari memanfaatkan dominasi suara tertentu—baik suara alami di area hutan maupun suara buatan di perkotaan—untuk mengkomunikasikan pesan tentang pentingnya keseimbangan ekosistem.
Level suara dalam soundscape juga menjadi komponen kritis dalam proses kreatif ini. Lokasi seperti taman bermain atau area hutan memiliki level suara yang sangat berbeda dibandingkan dengan lingkungan urban selama jam sibuk. Dengan mengatur level suara ini, pencipta karya mampu menghadirkan perubahan dinamika yang memperkaya pengalaman audiens, seperti memberikan jeda reflektif di tengah intensitas narasi.
Selain itu, persepsi manusia terhadap kualitas dan kepuasan bunyi juga menjadi perhatian utama. Persepsi ini dapat bersifat positif, netral, atau bahkan negatif, tergantung pada konteks dan pengalaman individu. Sebagai contoh, suara kicauan burung mungkin memberikan ketenangan bagi sebagian orang, tetapi bagi yang lain, bunyi ini bisa saja bersifat mengganggu jika muncul di lingkungan yang tidak sesuai. Dengan demikian, karya ini dirancang untuk membangun keterhubungan emosional yang mendalam dengan audiens melalui soundscape, mengundang mereka untuk merefleksikan hubungan mereka dengan lingkungan sekitar.
Kombinasi elemen-elemen tersebut—sumber bunyi, keseimbangan suara, dan persepsi manusia—memberikan dimensi baru dalam proses penciptaan. Pendekatan ini menunjukkan bahwa soundscape tidak hanya berfungsi sebagai elemen tambahan dalam seni pertunjukan, tetapi juga sebagai medium yang mampu membangun narasi lintas dimensi: estetika, ekologi, dan sosial.
Ide penciptaan karya ini lahir dari kegelisahan akan dampak perkembangan teknologi terhadap lingkungan hayati. Seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan modernisasi, suara-suara alami kian terpinggirkan, seperti yang dikemukakan oleh Truax dalam studinya tentang acoustic communication (Truax, 2001). Dengan menghadirkan suara-suara alam dalam pertunjukan tari, para seniman berupaya mengembalikan fokus pada pentingnya kehadiran elemen alami dalam kehidupan manusia modern.
Efek Soundscape sebagai Penghubung Emosi dan Realitas
Penggunaan soundscape dalam komposisi musik iringan tari menghadirkan dimensi baru dalam menyampaikan pesan kepada penonton. Melalui suara alam, seperti gemericik air, desiran angin, dan kicauan burung, penonton diajak untuk “merasakan” suasana alam yang menjadi tema utama karya. Ini bukan sekadar efek suara, melainkan penghubung antara dunia nyata dan dunia artistik yang dihadirkan di panggung.
Menurut Miller (2014), persepsi terhadap soundscape bergantung pada konteks dan lokasi tertentu. Hal ini menggarisbawahi bahwa soundscape yang digunakan dalam sebuah karya tari dapat mengekspresikan makna yang berbeda tergantung pada narasi dan latar pertunjukan. Dalam pertunjukan tari, soundscape tidak hanya melayani fungsi ilustratif, tetapi juga berfungsi sebagai simbol yang memperkuat hubungan emosional antara audiens dan lingkungan yang diwakili.
Sebagai contoh, karya komposisi iringan tari yang menggunakan suara hutan hujan dapat membawa audiens pada pengalaman immersif, mengingatkan mereka akan keindahan sekaligus kerentanan ekosistem tersebut. Hal ini sejalan dengan gagasan Berleant (2012) yang menyatakan bahwa seni yang memanfaatkan lingkungan sonik memiliki kekuatan untuk menciptakan rasa keterhubungan mendalam antara manusia dan alam sekitarnya.
Seni sebagai Media Konservasi
Penciptaan karya komposisi iringan tari melalui efek soundscape bukan hanya inovasi artistik, tetapi juga upaya konservasi alam. Dengan memadukan suara-suara alam dalam komposisi musik, seniman tidak hanya menciptakan karya estetis, tetapi juga menyampaikan pesan penting tentang perlunya menjaga keseimbangan ekosistem.
Penelitian menunjukkan bahwa seni dapat menjadi medium efektif untuk menyampaikan pesan-pesan lingkungan. Misalnya, sebuah studi oleh Veirs et al. (2016) tentang dampak suara laut terhadap konservasi menunjukkan bahwa eksposur pada soundscape alami dapat meningkatkan pemahaman dan empati terhadap pelestarian lingkungan laut. Pendekatan serupa dapat diterapkan dalam seni pertunjukan, dengan memberikan audiens pengalaman yang mendorong mereka untuk berpikir ulang tentang hubungan mereka dengan alam.
Di era di mana perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menjadi isu global mendesak, karya seni seperti ini menjadi semakin relevan. Seni tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat pendidikan dan advokasi, mengingatkan kita akan tanggung jawab kolektif untuk menjaga bumi yang kita huni.
Sebagai catatan akhir, kolaborasi antara seni dan ekologi dalam karya ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan dapat menjadi ruang untuk mengeksplorasi hubungan manusia dengan alam secara kreatif dan reflektif. Dengan mengintegrasikan soundscape sebagai elemen inti dalam penciptaan komposisi iringan tari, karya seni dapat menjadi jembatan antara estetika, edukasi, dan aksi nyata untuk konservasi alam.
Referensi:
- Berleant, Arnold. Aesthetics beyond the Arts: New and Recent Essays. Routledge, 2012.
- Miller, Nicholas. “The Role of Context in Acoustic Ecology.” Sound Studies Journal, vol. 2, no. 1, 2014, pp. 23–35.
- Schafer, R. Murray. The Soundscape: Our Sonic Environment and the Tuning of the World. Destiny Books, 1994.
- Truax, Barry. Acoustic Communication. Greenwood Publishing Group, 2001.
- Veirs, Scott, et al. “Soundscape Ecology and Marine Conservation.” Conservation Letters, vol. 9, no. 6, 2016, pp. 469–475.